Wednesday 30 December 2015

Guru PAI dan BK

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH/MADRASAH
Hasil gambar untuk peran guru PAI dalam BK di sekolah

A.      Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dalam sistem dan proses pendidikan, guru memegang peranan yang sangat penting. Salah satu peran penting tersebut adalah mewujudkan tujuan pembangunan nasional sehingga perlu dikembangkan tenaga profesi guru yang bermartabat dan profesional (Mulyasa, 2008).
Guru bertugas memberi pengajaran, pendidikan dan bimbingan, karenanya, guru perlu mengusahakan diri agar dapat berfungsi sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing yang baik. Untuk dapat melakukan fungsinya sebagai guru dengan baik, ia perlu mempunyai konsep yang jelas tentang “apa itu-nya” ketiga jenis bidang pekerjaan yang harus dilakukan itu. Meskipun ketiga bidang itu dapat “tumpang-tindih” atau ada kesamaan, tetapi masing-masing mempunyai tekanan perhatian dan pendekatan yang berbeda-beda.

Guru profesional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat (Mulyasa, 2008). Dari uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa sebenarnya tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang guru sangatlah besar. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap suatu hal dengan baik, seseorang memerlukan keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya atau yang disebut self-efficacy. Self-efficacy guru merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang guru terhadap kapasitasnya untuk mempengaruhi peforma siswa dan juga dapat memberikan kinerja yang baik.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah.
Suatu program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk pengorganisasiaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah diupayakan melibatkan orang-orang ke dalam organisasi bimbingan di sekolah/madrasah, serta upaya melakukan pembagian kerja di antara anggota organisasi bimbingan di sekolah/madrasah.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah/madrasah.
B.       Hakikat Bimbingan dan Konseling di Sekolah
a. Pengertian bimbingan          
Istilah “bimbingan” dan “konseling” digunakan sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris “Guidance” dan “Conseling” (Winkel, 1991: 15). Kata “Guidance” mengandung arti : (1) menunjukkan jalan (guiding), (2) memimpin (leading), (3) menuntun (conducting), (4) memberikan petunjuk (giving instructions), (5) mengatur (regulating), (6) mengarahkan (governing), dan (7) memberikan nasehat (giving advice). (Winkel, 1991: 15).
Menurut Bimo Walgito (1995: 4), bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekelompok individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.           Hamalik (2000: 193) mengartikan bimbingan dengan penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya. M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Sedangkan Aryatmi Siswohardjono (1991: 38), mengartikan bimbingan di sekolah dengan pertolongan yang berusaha membebaskan individu dari hambatan-hambatan, hingga individu itu dimungkinkan mengikuti proses pendidikan dengan baik/berhasil.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
      b.   Pengertian Konseling
Koestoer Partowisastro (1987: 15-16) mengemukakan bahwa counseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan pelbagai cara psycologis, kita dapat mempengaruhi beberapa facet kepribadiannya, sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sesuatu effect tertentu. Sedangkan menurut Bimo Walgito (1995: 5), konseling atau penyuluhan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
ASCA (American School Counselor Association) mengemukakan bahwa “ Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemebrian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya” (Nurihsan, 2007:10)
Prayitno, Erman Amti (1999:104) mengemukakan bahwa “ Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien”.
Proses bimbingan dan konseling sebagaimana di kemukakan oleh Muhammad (Nurihsan, 2004:4) bahwa “ Bimbingan dan konseling adalah merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah  dan profesional yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada yang dibimbing (klien), agar dapat berkembang secara optimal , yaitu mampu memahami diri, mengarahkan diri, dan mengaktualisasikan diri, sesuai tahap perkembangan , sifat-sifat, potensi yang dimiliki dan latar belakang kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
      b.   Visi, Misi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bertitik tolak dari harapan serta pertimbangan tuntutan, perkembangan dan tantangan lingkungan masa depan yang lebih kompetitif, maka visi bimbingan dan konseling disekolah dirumuskan sebagai berikut : bimbingan dan konseling adalah upaya pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling adalah untuk membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang, yaitu siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, sehat jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian yang mantap, mandiri, serta mempunyai tanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan bangsanya (Nurihsan, 2007: 42).
Berdasarkan visi dan misi bimbingan dan konseling tersebut, maka tujuan umum bimbingan dan konseling adalah :
1.    Memahami, menerima, mengarahkan, dan mengembangkan minat, bakat, serta kemampuan siswa seoptimal mungkin;
2.    Menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, keluarga, sekolah, dan masyarakat; serta
3.    Merencanakan kehidupan masa depan siswa yang sesuai dengan tuntutan dunia pada saat ini ataupun masa yang akan datang (Nurihsan, 2007: 43).
Secara khusus, layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu para siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya, yaitu :
1.      Mengembangkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Mengembangkan hubungan sosial yang mantap dengan teman sebaya;
3.      Mengembangkan peran sosial sesuai dengan norma masyarakat;
4.      Menerima keadaan diri dan menerapkannya secara efektif;
5.      Memiliki sikap dan perilaku emosional yang mantap;
6.      Mempersiapkan ke arah kemandirian ekonomi;
7.      Memiliki sikap dan prilaku sosial yang bertanggung jawab; serta
8.      Memahami nilai-nilai etika hidup bermasyarakat, yaitu sopan santun dalam bergaul, jujur dalam bertindak, dan menghargai perasaan orang lain (Nurihsan, 2007: 43-44).
C.      Perlunya Penguasaan Metodologi Bimbingan dan Konseling bagi Guru Aqidah Akhlak
Sebelum penulis membahas mengenai hubungan Pendidikan Islam dengan bimbingan dan konseling, perlu dikemukakan terlebih dahulu mengenai apa pendidikan itu?, dan apa pendidikan Islam itu?.
Marimba (1981: 19) menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang uatama. Sedangkan menurut Dictionary of Education sebagaimana dikutip oleh Nanang Fatah (2009: 4) dinyatakan bahwa pendidikan adalah: (a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup, (b) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (2000: 32) ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan pendidikan Islam menurut Jalaluddin (1996: 19) diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya. Definisi tersebut menyangkut pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain, yang diselenggarakan di dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah, menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal dan hati anak didik.
Diantara tanggung jawab besar yang jelas diperhatikan oleh Islam juga oleh penalaran logika, adalah tanggung jawab seorang pendidik terhadap orang-orang yang berada dipundaknya, berupa tanggung jawab pengajaran, bimbingan dan pendidikan. Ini sesungguhnya bukan tanggung jawab kecil dan ringan, karena tanggung jawab dalam persoalan ini telah dituntut sejak seorang anak dilahirkan hingga ia mencapai usia remaja, bahkan sampai ia menginjak dewasa yang sempurna.
Jelas, bahwa seorang pendidik, baik guru, ayah ibu, maupun tokoh masyarakat, ketika melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna, melaksanakan kewajiban-kewajiban penuh dengan rasa amanat, kesungguhan serta sesuai dengan petunjuk Islam, maka sesungguhnya ia telah mengerahkan segala usahanya untuk membentuk individu yang penuh dengan kepribadian dan keistimewaan.
Tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya muslim yang sempurna, atau manusia yang taqwa, atau manusia beriman, atau manusia yang beribadah kepada Allah. Adapun yang dimaksud dengan muslim yang sempurna itu ialah manusia yang memiliki ciri-ciri :
1.      Jasmani yang sehat serta kuat, cirinya adalah :
a.       Sehat;
b.      Kuat;
c.       berketrampilan
2.      Akalnya cerdas serta pandai, cirinya adalah :
a.       Mampu menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat;
b.      Mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis;
c.       Memiliki dan mengembangkan sains;
d.      Memiliki dan mengembangkan filsafat.
3.      Hatinya taqwa kepada Allah, cirinya adalah :
a.       Dengan sukarela melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya;
b.      Hati yang berkemampuan berhubungan dengan alam gaib (Tafsir, 2000: 50-51).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ada kesamaan antara tujuan umum pendidikan Islam dengan visi dan misi bimbingan dan konseling, yakni sama-sama ingin mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, mampu memahami, menerima, mengarahkan, dan mengembangkan minat, bakat, serta kemampuan siswa seoptimal mungkin serta mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, baik secara mandiri maupun melalui bantuan pendidik ataupun konselor, sehingga pada akhirnya terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang. Karena adanya kesamaan tujuan yang hendak dicapai, maka sangat penting bagi guru Aqidah Akhlak untuk menguasai metodologi bimbingan dan konseling dalam rangka memahami, menerima, mengarahkan dan mengembangkan minat, bakat serta kemampuan siswa.
Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity) (Jalaluddin, 1996: 107). Untuk itulah misi dari bimbingan dan konseling disekolah/madrasah, sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, diantaranya adalah mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi serta sehat jasmani dan rohani.
Misi bimbingan dan konseling disekolah/madrasah dirumuskan dengan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, yakni diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dengan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti (Arikunto, 2009: 130).



D.      Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah.
Guru menurut Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Tugas guru menurut Ag. Soejono (1982:62) sebagai berikut :
1.    Waajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
2.    Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3.    Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, ketrampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4.    Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
5.    Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Konselor, guru, kepala sekolah/madrasah, orang tua, siswa, anggota masyarakat, dan pengusaha semuanya berperan sebagai nara sumber dalam program bimbingan. Konselor bertugas memberikan layanan dan mengkoordinasikan program bimbingan, bekerja sama, serta mendukung para guru dan kepala sekolah agar program bimbingan tersebut berhasil (Nurihsan, 2007: 47).
Keterlibatan staf pengajar/guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat penting. Oleh sebab itu, guru harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan implementasi program. Konselor dan guru harus bekerja sama dalam merencanakan “pelaksanaan program bimbingan”. Kegiatan-kegiatan bimbingan disajikan dalam bidang materi yang tepat sehingga posisi guru tidak diganti oleh konselor dalam kelas.
Bimbingan dan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1990:58) bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling.
Bimbingan dan konseling sebagai salah satu organisasi dan kegiatan program pendidikan di sekolah perlu di kelola dan dikembangkan agar dapat menghasilkan produk atau hasil belajar secara optimal. General A. Glad Stein (dalam Sarono, 2005:6) mengemukakan bahwa layanan bimbingan dan konseling yang bemutu itu mampu membantu siswa, tidak hanya mengatasi masalah-masalah pendidikan dan pekerjaan tetapi juga mampu mengatasi masalah-masalah pribadi siswa.
Robert F. Gibshon (dalam Sarono, 2005:6) berpendapat bahwa layanan bimbingan dan konseling yang bermutu itu mampu membantu guru mengurangi perilaku siswa yang menjadi penyebab keributan atau gangguan di kelas, serta membantu proses pengajaran mudah dan efektif sesuai harapan guru mata pelajaran.
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
  • Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
  • Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
  • Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
  • Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
  • Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
  • Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
Sedangkan Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.       Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b.      Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c.       Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d.      Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.       Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f.       Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.      Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam PBM.
h.      Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.        Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak
Peran guru pendidikan agama Islam, khususnya guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki peran yang lebih besar dibanding guru mata pelajaran lainnya. Hal ini terkait dengan misi bimbingan dan konseling di sekolah yakni diantaranya untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sehat jasmani dan rohani, yang kesemuanya tersebut sangat berkaitan erat dengan tugas guru pendidikan agama Islam khususnya guru Aqidah Akhlak.
Terlebih pendidikan keimanan dan akhlak yang menjadi tanggung jawab pendidik, terutama guru Aqidah Akhlak di sekolah, merupakan pangkal dasar perbaikan dan pendidikan bagi anak-anak, baik secara moral maupun psikhis. Tanpa pendidikan ini, anak tidak akan memiliki rasa taanggung jawab, tidak dapat dipercaya, tidak mengenal tujuan, tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan yang mulia dan tidak mampu meneladani sesuatu yang paling luhur (Ulwan, terj. 1999: 188). Pendidikan iman merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang menyimpang dan memperbaiki jiwa kemanusiaan. Tanpa pendidikan iman, maka perbaikan, ketentraman, dan moral tidak akan tercipta.
Berdasarkan uraian di atas, nyatalah bahwa guru Aqidah Akhlak sangat berperan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, karena keduanya sama-sama berusaha untuk mewujudkan siswa yang sehat jasmani dan rohani, siswa yang mampu berpikir ilmiah dengan tetap berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
E.       Penutup
1.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru mata pelajaran, termasuk di dalamnya guru Aqidah Akhlak, dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di sekolah/madrasah sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru mata pelajaran mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah.
2.    Saran
Mewujudkan peran guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan kegiatan BK di sekolah/madrasah bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar guru pendidikan agama Islam, termasuk di dalamna guru Aqidah Akhlak di sekolah/madrasah masih belum memiliki metodologi bimbingan dan konseling, bahkan masih banyak sekolah/madrasah yang tidak memiliki guru pembimbing yang profesional. Oleh karena itu, guru Aqidah Akhlak hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di sekolah/madrasah.



















  
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Ed. Revisi, cet. 10, Jakarta: Bumi Aksara.
Fattah, Nanang, 2009, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar, 2000, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo
Jalaluddin, 1996, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E., 2008, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Nuriksan, Ahmad Juntika, 2004, Managemen Bimbingan dan Konseling                                                    di SMP, Kurikulum 2004, Jakarta: Grasindo.
..............., 2005, Manajemen Bimbingan Konseling di SD Kurikulum 2004, Jakarta: Gramedia Widiasaraan Indonesia.
..............., 2007, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, Bandung: PT. Refika Aditama.
Partowisastro, Koestoer, 1987, Bimbingan & Penyuluhan di Sekolah-sekolah, Jilid II, Jakarta: Erlangga.  
Prayitno, Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno, dkk., 2004, Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Sardiman, 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Senjaya, Wina, 2006, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Siswohardjono, Aryatmi, 1991, Perspektif Bimbingan Konseling & Penerapannya di Berbagai Institusi, Semarang: Satya Wacana.
Surya, M., 1988, Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta : UT.
Tafsir, Ahmad, 2000, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990, Bimbingan dan Konseling Sekolah, Semarang: IKIP Semarang Press.
Ulwan, Abdullah Nashih, 1999, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jakarta: Pustaka Amani.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Willis, Sofyan S., 2004, Konseling Individual; Teori dan Praktek, Bandung : Alfabeta
Winkel, W.S., 1991, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta: PT  Grasindo.
Waligito, Bimo, 1995, Bimbingan & Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi Offset.

Marimba, Ahmad D., 1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

1 comment: