PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PELAKSANAAN
KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH/MADRASAH
A.
Latar Belakang
Masalah
Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni
memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya
sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia
serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan
bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”. Dalam sistem dan proses pendidikan, guru memegang peranan yang
sangat penting. Salah satu peran penting tersebut adalah mewujudkan tujuan
pembangunan nasional sehingga perlu dikembangkan tenaga profesi guru yang
bermartabat dan profesional (Mulyasa, 2008).
Guru
bertugas memberi pengajaran, pendidikan dan bimbingan, karenanya, guru perlu
mengusahakan diri agar dapat berfungsi sebagai pengajar, pendidik dan
pembimbing yang baik. Untuk dapat melakukan fungsinya sebagai guru dengan baik,
ia perlu mempunyai konsep yang jelas tentang “apa itu-nya” ketiga jenis
bidang pekerjaan yang harus dilakukan itu. Meskipun ketiga bidang itu dapat
“tumpang-tindih” atau ada kesamaan, tetapi masing-masing mempunyai tekanan
perhatian dan pendekatan yang berbeda-beda.
Guru
profesional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar,
metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi
dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki
pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat (Mulyasa, 2008).
Dari uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa sebenarnya tugas dan tanggung
jawab yang diemban oleh seorang guru sangatlah besar. Agar dapat melaksanakan
tugas dan tanggung jawab terhadap suatu hal dengan baik, seseorang memerlukan
keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya atau yang disebut self-efficacy.
Self-efficacy guru merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang guru
terhadap kapasitasnya untuk mempengaruhi peforma siswa dan juga dapat
memberikan kinerja yang baik.
Dalam Pedoman
Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu
sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan
tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan
yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan
terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola
kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah.
Suatu program
layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk pengorganisasiaan
program layanan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah diupayakan
melibatkan orang-orang ke dalam organisasi bimbingan di sekolah/madrasah, serta
upaya melakukan pembagian kerja di antara anggota organisasi bimbingan di
sekolah/madrasah.
Berdasar latar
belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai
peran guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah/madrasah.
B.
Hakikat
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
a. Pengertian bimbingan
Istilah
“bimbingan” dan “konseling” digunakan sebagai terjemahan dari istilah bahasa
Inggris “Guidance” dan “Conseling” (Winkel, 1991: 15). Kata
“Guidance” mengandung arti : (1) menunjukkan jalan (guiding), (2) memimpin
(leading), (3) menuntun (conducting), (4) memberikan petunjuk (giving
instructions), (5) mengatur (regulating), (6) mengarahkan (governing),
dan (7) memberikan nasehat (giving advice). (Winkel, 1991: 15).
Menurut Bimo Walgito (1995: 4), bimbingan adalah bantuan yang diberikan
kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau
sekelompok individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Hamalik (2000: 193) mengartikan bimbingan dengan penolong individu agar dapat mengenal
dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya. M. Surya (1988:12)
berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan
yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar
tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Sedangkan Aryatmi Siswohardjono (1991: 38), mengartikan bimbingan di
sekolah dengan pertolongan yang berusaha membebaskan individu dari
hambatan-hambatan, hingga individu itu dimungkinkan mengikuti proses pendidikan
dengan baik/berhasil.
Dari berbagai
pendapat diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa bimbingan merupakan
bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul
dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah,
supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan
demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan
pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang
tersebut.
b. Pengertian Konseling
Koestoer Partowisastro (1987: 15-16)
mengemukakan bahwa counseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan
manusia lain, dengan maksud agar dengan pelbagai cara psycologis, kita dapat
mempengaruhi beberapa facet kepribadiannya, sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh sesuatu effect tertentu. Sedangkan menurut Bimo Walgito (1995: 5),
konseling atau penyuluhan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai
dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
ASCA (American School Counselor
Association) mengemukakan bahwa “ Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat
rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemebrian kesempatan dari konselor
kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk
membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya” (Nurihsan, 2007:10)
Prayitno, Erman Amti (1999:104) mengemukakan bahwa “ Konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
oleh klien”.
Proses bimbingan dan konseling sebagaimana di kemukakan oleh Muhammad (Nurihsan, 2004:4)
bahwa “ Bimbingan dan konseling adalah merupakan proses bantuan psikologis dan
kemanusiaan secara ilmiah dan
profesional yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada yang dibimbing
(klien), agar dapat berkembang secara optimal , yaitu mampu memahami diri,
mengarahkan diri, dan mengaktualisasikan diri, sesuai tahap perkembangan ,
sifat-sifat, potensi yang dimiliki dan latar belakang kehidupan serta
lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
b. Visi, Misi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bertitik tolak dari harapan serta pertimbangan tuntutan, perkembangan
dan tantangan lingkungan masa depan yang lebih kompetitif, maka visi bimbingan
dan konseling disekolah dirumuskan sebagai berikut : bimbingan dan konseling
adalah upaya pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap
timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun pada masa yang akan
datang.
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya
seoptimal mungkin sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan
masa mendatang, yaitu siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, sehat
jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian yang mantap, mandiri, serta mempunyai
tanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan bangsanya (Nurihsan, 2007: 42).
Berdasarkan visi dan misi bimbingan dan konseling tersebut, maka tujuan
umum bimbingan dan konseling adalah :
1.
Memahami,
menerima, mengarahkan, dan mengembangkan minat, bakat, serta kemampuan siswa
seoptimal mungkin;
2.
Menyesuaikan
diri dengan keadaan lingkungan, keluarga, sekolah, dan masyarakat; serta
3.
Merencanakan
kehidupan masa depan siswa yang sesuai dengan tuntutan dunia pada saat ini
ataupun masa yang akan datang (Nurihsan, 2007: 43).
Secara khusus, layanan bimbingan dan
konseling bertujuan membantu para siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya,
yaitu :
1.
Mengembangkan
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.
Mengembangkan
hubungan sosial yang mantap dengan teman sebaya;
3.
Mengembangkan
peran sosial sesuai dengan norma masyarakat;
4.
Menerima
keadaan diri dan menerapkannya secara efektif;
5.
Memiliki
sikap dan perilaku emosional yang mantap;
6.
Mempersiapkan
ke arah kemandirian ekonomi;
7.
Memiliki
sikap dan prilaku sosial yang bertanggung jawab; serta
8.
Memahami
nilai-nilai etika hidup bermasyarakat, yaitu sopan santun dalam bergaul, jujur
dalam bertindak, dan menghargai perasaan orang lain (Nurihsan, 2007: 43-44).
C. Perlunya Penguasaan Metodologi Bimbingan dan Konseling
bagi Guru Aqidah Akhlak
Sebelum penulis membahas mengenai hubungan Pendidikan
Islam dengan bimbingan dan konseling, perlu dikemukakan terlebih dahulu
mengenai apa pendidikan itu?, dan apa pendidikan Islam itu?.
Marimba (1981: 19) menyatakan bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang uatama.
Sedangkan menurut Dictionary of Education sebagaimana dikutip oleh
Nanang Fatah (2009: 4) dinyatakan bahwa pendidikan adalah: (a) proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
tempat mereka hidup, (b) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang
dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial
dan kemampuan individu yang optimum.
Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (2000: 32) ialah
bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan pendidikan Islam menurut
Jalaluddin (1996: 19) diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka
yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta
pengarahan potensi yang dimiliki anak agar dapat berfungsi dan berperan
sebagaimana hakikat kejadiannya. Definisi tersebut menyangkut pendidikan oleh
seseorang terhadap orang lain, yang diselenggarakan di dalam keluarga,
masyarakat, dan sekolah, menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal dan hati anak
didik.
Diantara tanggung jawab besar yang jelas diperhatikan
oleh Islam juga oleh penalaran logika, adalah tanggung jawab seorang pendidik
terhadap orang-orang yang berada dipundaknya, berupa tanggung jawab pengajaran,
bimbingan dan pendidikan. Ini sesungguhnya bukan tanggung jawab kecil dan
ringan, karena tanggung jawab dalam persoalan ini telah dituntut sejak seorang
anak dilahirkan hingga ia mencapai usia remaja, bahkan sampai ia menginjak
dewasa yang sempurna.
Jelas, bahwa seorang pendidik, baik guru, ayah ibu,
maupun tokoh masyarakat, ketika melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna,
melaksanakan kewajiban-kewajiban penuh dengan rasa amanat, kesungguhan serta
sesuai dengan petunjuk Islam, maka sesungguhnya ia telah mengerahkan segala
usahanya untuk membentuk individu yang penuh dengan kepribadian dan
keistimewaan.
Tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya muslim
yang sempurna, atau manusia yang taqwa, atau manusia beriman, atau manusia yang
beribadah kepada Allah. Adapun yang dimaksud dengan muslim yang sempurna itu
ialah manusia yang memiliki ciri-ciri :
1.
Jasmani yang sehat serta kuat,
cirinya adalah :
a.
Sehat;
b.
Kuat;
c.
berketrampilan
2.
Akalnya cerdas serta pandai, cirinya
adalah :
a.
Mampu menyelesaikan masalah secara
cepat dan tepat;
b.
Mampu menyelesaikan masalah secara
ilmiah dan filosofis;
c.
Memiliki dan mengembangkan sains;
d.
Memiliki dan mengembangkan filsafat.
3.
Hatinya taqwa kepada Allah, cirinya
adalah :
a.
Dengan sukarela melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya;
b.
Hati yang berkemampuan berhubungan
dengan alam gaib (Tafsir, 2000: 50-51).
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ada kesamaan antara tujuan
umum pendidikan Islam dengan visi dan misi bimbingan dan konseling, yakni
sama-sama ingin mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, mampu
memahami, menerima, mengarahkan, dan mengembangkan minat,
bakat, serta kemampuan siswa seoptimal mungkin serta mampu menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya, baik secara mandiri maupun melalui bantuan
pendidik ataupun konselor, sehingga pada akhirnya terwujud siswa yang tangguh
menghadapi masa kini dan masa mendatang. Karena adanya kesamaan tujuan yang
hendak dicapai, maka sangat penting bagi guru Aqidah Akhlak untuk menguasai
metodologi bimbingan dan konseling dalam rangka memahami, menerima, mengarahkan
dan mengembangkan minat, bakat serta kemampuan siswa.
Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan
jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur
berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia
disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan
(abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani
disebut istilah kematangan (maturity) (Jalaluddin, 1996: 107). Untuk
itulah misi dari bimbingan dan konseling disekolah/madrasah, sebagaimana telah
diuraikan pada pembahasan sebelumnya, diantaranya adalah mewujudkan siswa yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi serta sehat jasmani dan
rohani.
Misi bimbingan dan konseling disekolah/madrasah dirumuskan
dengan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, yakni diarahkan untuk
membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk
manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dengan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti (Arikunto, 2009: 130).
D. Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di Sekolah/Madrasah.
Guru
menurut Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Tugas guru
menurut Ag. Soejono (1982:62) sebagai berikut :
1.
Waajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai
cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
2.
Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan
menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3.
Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan
berbagai bidang keahlian, ketrampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4.
Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan
anak didik berjalan dengan baik.
5.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan
dalam mengembangkan potensinya.
Konselor, guru,
kepala sekolah/madrasah, orang tua, siswa, anggota masyarakat, dan pengusaha
semuanya berperan sebagai nara sumber dalam program bimbingan. Konselor
bertugas memberikan layanan dan mengkoordinasikan program bimbingan, bekerja
sama, serta mendukung para guru dan kepala sekolah agar program bimbingan
tersebut berhasil (Nurihsan, 2007: 47).
Keterlibatan
staf pengajar/guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat penting.
Oleh sebab itu, guru harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
perencanaan dan implementasi program. Konselor dan guru harus bekerja sama
dalam merencanakan “pelaksanaan program bimbingan”. Kegiatan-kegiatan bimbingan
disajikan dalam bidang materi yang tepat sehingga posisi guru tidak diganti
oleh konselor dalam kelas.
Bimbingan dan konseling
adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu
sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK
IKIP Semarang (1990:58) bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara
masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik,
sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi
kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi
pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta
bimbingan konseling.
Bimbingan
dan konseling sebagai salah satu organisasi dan kegiatan program pendidikan di
sekolah perlu di kelola dan dikembangkan agar dapat menghasilkan produk atau
hasil belajar secara optimal. General
A. Glad Stein (dalam Sarono, 2005:6) mengemukakan bahwa layanan
bimbingan dan konseling yang bemutu itu mampu membantu siswa, tidak hanya
mengatasi masalah-masalah pendidikan dan pekerjaan tetapi juga mampu mengatasi
masalah-masalah pribadi siswa.
Robert F.
Gibshon (dalam Sarono, 2005:6) berpendapat bahwa layanan bimbingan dan konseling yang bermutu itu mampu
membantu guru mengurangi perilaku siswa yang menjadi penyebab keributan atau
gangguan di kelas, serta membantu proses pengajaran mudah dan efektif sesuai
harapan guru mata pelajaran.
Di
sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas
dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru
mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu
guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006)
menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing
dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak
yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran
dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa
guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus
manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli,
memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2004) memerinci peran, tugas
dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling
adalah :
- Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
- Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
- Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
- Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
- Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
- Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
- Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
Sedangkan Sardiman
(2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.
Informator,
guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b.
Organisator,
guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan
lain-lain.
c.
Motivator,
guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d.
Director,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.
Inisiator,
guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f.
Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.
Fasilitator,
guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam PBM.
h.
Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.
Evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak
Peran guru pendidikan
agama Islam, khususnya guru Aqidah Akhlak dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki peran yang lebih besar dibanding
guru mata pelajaran lainnya. Hal ini terkait dengan misi bimbingan dan
konseling di sekolah yakni diantaranya untuk mewujudkan siswa yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sehat jasmani dan rohani, yang
kesemuanya tersebut sangat berkaitan erat dengan tugas guru pendidikan agama Islam
khususnya guru Aqidah Akhlak.
Terlebih
pendidikan keimanan dan akhlak yang menjadi tanggung jawab pendidik, terutama
guru Aqidah
Akhlak di sekolah, merupakan pangkal dasar
perbaikan dan pendidikan bagi anak-anak, baik secara moral maupun psikhis.
Tanpa pendidikan ini, anak tidak akan memiliki rasa taanggung jawab, tidak
dapat dipercaya, tidak mengenal tujuan, tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan
yang mulia dan tidak mampu meneladani sesuatu yang paling luhur (Ulwan, terj.
1999: 188). Pendidikan iman merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang
menyimpang dan memperbaiki jiwa kemanusiaan. Tanpa pendidikan iman, maka
perbaikan, ketentraman, dan moral tidak akan tercipta.
Berdasarkan
uraian di atas, nyatalah bahwa guru Aqidah Akhlak sangat
berperan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, karena keduanya sama-sama
berusaha untuk mewujudkan siswa yang sehat jasmani dan rohani, siswa yang mampu
berpikir ilmiah dengan tetap berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
E.
Penutup
1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa guru mata pelajaran, termasuk di dalamnya guru Aqidah Akhlak, dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di sekolah/madrasah
sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), guru mata pelajaran mempunyai peran yang sentral dalam
kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator,
motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan
evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan
sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah.
2.
Saran
Mewujudkan peran guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan kegiatan BK di sekolah/madrasah bukanlah
hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar guru pendidikan agama
Islam, termasuk di dalamna guru Aqidah Akhlak di sekolah/madrasah
masih belum memiliki metodologi bimbingan dan konseling, bahkan masih banyak
sekolah/madrasah yang tidak memiliki guru pembimbing yang profesional. Oleh
karena itu, guru Aqidah Akhlak hendaknya
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga
memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di sekolah/madrasah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Ed. Revisi, cet. 10,
Jakarta: Bumi Aksara.
Fattah,
Nanang, 2009, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hamalik,
Oemar, 2000, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Jalaluddin,
1996, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyasa,
E., 2008, Menjadi Guru Profesional:
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Nuriksan, Ahmad Juntika, 2004, Managemen Bimbingan dan Konseling di SMP, Kurikulum 2004, Jakarta: Grasindo.
...............,
2005, Manajemen Bimbingan Konseling di SD Kurikulum 2004, Jakarta:
Gramedia Widiasaraan Indonesia.
...............,
2007, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, Bandung: PT.
Refika Aditama.
Partowisastro,
Koestoer, 1987, Bimbingan & Penyuluhan di Sekolah-sekolah, Jilid II, Jakarta:
Erlangga.
Prayitno, Erman Amti, 1999, Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno,
dkk., 2004, Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Sardiman, 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Senjaya, Wina, 2006,
Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group
Siswohardjono,
Aryatmi, 1991, Perspektif Bimbingan Konseling & Penerapannya di Berbagai
Institusi, Semarang: Satya Wacana.
Surya,
M., 1988, Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta : UT.
Tafsir,
Ahmad, 2000, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tim
Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990, Bimbingan dan Konseling Sekolah,
Semarang: IKIP Semarang Press.
Ulwan,
Abdullah Nashih, 1999, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jakarta:
Pustaka Amani.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Willis, Sofyan S.,
2004, Konseling Individual; Teori dan Praktek, Bandung : Alfabeta
Winkel,
W.S., 1991, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta:
PT Grasindo.
Waligito,
Bimo, 1995, Bimbingan & Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi
Offset.
Marimba,
Ahmad D., 1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Al-Ma’arif.
Makasih ilmunya... moga manfaat
ReplyDelete